Perputaran waktu memang tidak pernah berhenti. Demikian pula nikmat
Allah yang masih diberikan kepada segenap manusia, sehingga masih dapat bersua dengan
bulan keagungan, bulan Ramadan. Bulan yang tidak pernah bosan mengucurkan
berkahnya. Bulan yang dinanti oleh semua muslim.
Ramadan atau bulan puasa hakikatnya adalah sebuah madrasah atau training centre. Bulan yang mengharuskan
kita berpuasa sebulan penuh ini sebenarnya telah menyimpan niat untuk kita. Niat Ramadan itu
telah Allah Subhanahu wa Ta’ala tegaskan
dalam Alquran pada surah Al Baqarah: 183 “Hai orang-orang yang beriman
diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu
agar kamu bertakwa”. Madrasah ini ternyata berniat menjadikan kita menjadi insan
yang bertakwa dalam segala hal, di semua musim, dan di setiap tempat. Oleh
karena itu, jika pada Ramadan tahun ini, Pencipta Alam Semesta masih
mengizinkan kita menghirup aroma Ramadan, luruskanlah selalu niat kita untuk
mencari rido-Nya. “Sesungguhnya amal itu bergantung pada niat dan setiap orang
akan mendapatkan hal yang diniatkannya” (HR Bukhari Muslim).
Seperti yang banyak kita lihat, kebaikan begitu mudah dilakukan
pada bulan ini. Selain memang karena iblis cs
dibelenggu, dosa-dosa diampuni, juga karena nilai amalan itu akan
dilipatgandakan melebihi nilai amalan pada bulan-bulan lain. Orang jadi lebih
mudah bersedekah, masjid menjadi hidup, lantunan Alquran terdengar di berbagai
tempat, salat subuh pun yang biasanya hanya satu saf menjadi empar hingga lima
saf, jarang lagi dijumpai kata-kata keji dan gosip. Itulah Ramadan, begitu
semarak. Karena itu pulalah, ulama terdahulu, jauh sebelum Ramadan, enam bulan
sebelum Ramadan, mereka telah berdoa “Ya Allah pertemukan kami dengan bulan
Ramadan”.
Begitu banyak nilai tarbiah di bulan ini. Selicik apa pun orang
yang memasuki madrasah Ramadan (berpuasa), ia tidak akan mungkin minum secara
sembunyi-sembunyi meskipun haus yang menderanya begitu hebat karena ia takut
puasanya itu akan sia-sia. Ia tentu ingin puasanya menghasilkan pahala dan
dosanya diampuni. Nilai penting puasa di sini adalah murokabatullah, yaitu merasa diawasi oleh Allah Subahanu wa Ta’ala. Hal ini jika
dilaksanakan dengan ikhlas dan serius bisa membentuk pribadi yang jujur, pelajar/mahasiswa
yang jujur, (tidak menyontek) sehingga pengawas tidak lagi dibutuhkan dalan
ujian. Sangat mungkin pula pada suatu
saat nanti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibubarkan karena tidak ada lagi
orang yang diam-diam atau secara sembunyi-sembunyi menggelapkan uang negara.
Manusia telah sadar bahwa Allah Subahanu
wa Ta’ala selalu mengawasinya, sehingga ia berupaya untuk tetap konsisten
menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menjadi insan yang bertakwa. Sebagaimana
penjelasan Abdullah bin Mas’ud radiallahu
‘anhu takwa adalah “Hendaknya engkau menaati Allah sesuai dengan petunujuk
Allah dan mengharap pahala dari Allah dan hendaknya engkau meninggalkan maksiat
sesuai petunjuk Allah karena engkau takut azab Allah”.
Nilai lain yang juga sangat dalam Ramadan adalah ikhlas. Orang
salat, puasa, bersedekah, berzakat, atau berhaji tentu menginginkan pahala dari
semua itu sehingga mau tidak mau ia harus ikhlas dalam melaksanakan semua itu
hanya untuk Allah Subahanu wa Ta’ala, bukan
karena ria’, sum’ah, ujub, dan sebagainya. Jika nilai ini tertanam kuat dalam
diri seseorang, dia akan memiliki etos kerja yang kuat dan baik. Siswa finalis Ramadan akan berusaha ikhlas mengikuti pelajaran,
datang dengan harapan memperoleh ilmu yang bermanfaat, tidak mencaci gurunya,
tidak merendahkan teman, dan tentu belajar dengan penuh kesungguhan.
Selanjutnya, nilai disiplin. Ramadan mengajarakan kita menjadi
pribadi yang menghargai waktu secara pantas. Selayaknyalah, sebagai orang yang
beriman dan mengharapkan surga Allah Subhanahu
wa Ta’ala kita tidak lagi menunda-nunda waktu salat karena salat di awal
waktu lebih utama, tidak lagi salat sendiri di rumah karena salat
berjamaah di masjid lebih bernilai.
Allah Subhanahu wa Ta’ala menjanjikan
nilai yang lebih tinggi 25/27 derajat bagi orang yang salat berjamaah di masjid
apalagi jika berdiri pada saf pertama dan berada di bulan Ramadan. Karena
mengharap rido Allah Subhanahu wa Ta’ala pulalah,
seorang ulama tabiin, Siad bin Musayyab selama dua puluh tahun komitmen tidak
pernah meninggalkan saf pertama salat berjamaah di masjid. Nah, kalau kita
mengharapkan pahala yang jauh lebih besar, mengapa tidak berjamaah di masjid?
Rasulullah Sallallahu alaihi wasallam
pun mengajarkan kita untuk segera berbuka ketika waktunya telah masuk, jangan
menunda hingga malam tiba. Rasulullah bersabda “Dien ini akan senatiasa jaya selama umatnya menyegerakan berbuka
karena Yahudi dan Nasrani selalu menunda-nunda berbuka” (HR Abu Daud).
Terakhir, Ramadan melatih kita untuk bersabar dan peka terhadap
kondisi orang lain (empati). Sehari penuh selama bulan Ramadan, kita dilarang
untuk makan, minum, dan berhubungan suami istri padahal semua itu adalah halal.
Allah ingin menjadikan kita pribadi yang sabar menunggu dan
melalui proses demi proses menuju cahaya ketakwaan sebagaimana ulat yang
menjijikkan pun harus berpuasa agar dapat menjadi kupu-kupu yang indah. Puasa
mengajari kita untuk merasakan lapar seperti orang-orang miskin yang tidak
menentu makanan mereka sehingga dengan ini, kepekaan sosial kita akan terlatih
untuk merasakan dan berbagi dengan orang lain yang tidak dititipi harta yang
lebih oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dengan ini, akan memudahkan kita untuk
berbagi dengan sesama. Bayangkanlah, rasakanlah,
bagaimana saudara-saudara kita di Palestina, Suriah, dan sebagian daerah Afrika
yang kesulitan, bahkan bingung dengan apa kiranya hendak berbuka.
Inilah di antara nilai-nilai yang diharapkan terinternalisasi dalam
diri para finalis madrasah Ramadan. Semoga kita pun termasuk orang beruntung
memilikinya, meraih ketakwaan, dan selalu meningkatkan kapasitas diri menjadi
muslim yang seutuhnya, muslim kaffah. Semoga setelah Ramadhan yang mulia ini
pergi, kita bisa tetap eksis dengan nilai-nilai mulainya dalam ibadah ritual
dan sosial kita, sehingga kita bisa menjadikan
hari-hari kita di bumi ini ibarat Ramadhan sepanjang masa, sepanjang hayat.
Oleh: Ruslan